22 Oktober 2008

Dagelan Birokrasi

Oleh: Dimas Pamungkas

Teman, di akhir bulan Maret 2007 lalu, ada “hajatan” besar yang diadakan rektor Universitas Airlangga, yakni melakukan seleksi Dekan secara serentak di semua Fakultas. Ada sebuah contoh kasus yang menarik dalam proses seleksi Dekan tersebut, tepatnya di fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Singkat cerita ada salah seorang Dosen yang berasal Departemen (Dahulu namanya jurusan) Ilmu Administrasi Negara ikut mendaftar sebagai calon Dekan ternyata tidak lolos secara administratf karena ada berkas yang masih kurang, yaitu KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan kartu pegawai, maka tidak salah sang calon pun kaget ketika membaca pengumuman dirinya tidak lolos secara administratif. Dalam aturan yang dibuat tidak ada kewajiban melampirkan KTP dan Kartu pegawai. Panitia bilang “Kegunaan KTP untuk mengetahui umur sebenarnya seorang dosen yang ingin menjadi calon Dekan”. “Wah.. kalau terkait umur yang lebih valid ya Akte Kelahiran”, ucap saya dalam hati. Terus, yang tidak bisa saya rasionalisasikan adalah sang dosen tidak diberitahukan oleh panitia kalau berkasnya masih kurang, padahal rumah sang dosen tersebut hanya beberapa meter dari sekretariat pendaftaran (Baca: Gedung FISIP) atau via telephone toh pasti tahu nomornya.
Contoh lain lagi kalau bicara bea siswa. Kenapa mahasiswa yang ingin mendapatkan beasiswa yang jumlahnya nggak besar-besar banget harus bersusah payah ngurus syarat administrasinya mulai dari ”hulu sampai hilir”, baru RT saja mungkin sudah terjadi ”pimpong sana, pimpong sini”. Tanda tangan di ketua RT tapi stempelnya di sekretaris dan kasih uang ”lelah” ke bendahara (Capek dech....). Jika niat membangun kecintaan kepada almamater dan image Unair tidak seperti menara gading, lakukan saja inspeksi mendadak kerumah mahasiswa tersebut toh dampaknya akan lebih bermanfaat kedepannya, misalnya banyak alumni mau ngurus kampus, sekarang lihat realitanya......
Ada contoh yang menambah label ”aneh” dikampus kita ini, yaitu minimal dua kali dalam satu tahunnya mengadakan ”ritual” (wisuda), dan setiap akan ada wisuda secara sertamerta dibentuk kepanitiaan. Ternyata dari setiap kepanitiaan itu dari informasi yang saya dapat selalu defisit sehingga selalu ada subsidi dari rektor. Saya terheran-heran koq bisa defisit dan kenapa tidak di bentuk panitia permanen saja toh itu acara ”ritual” jadi pasti selalu diadakan. Contoh tadi belum apa-apa, ada yang lebih”menggelitik” jika kita melihat fenomena di Porong Sidoarjo. Pihak Lapindo Brantas akan mengganti rugi semua rumah masyarakat asalkan masyarakat tersebut bisa menunjukkan Sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan. Tapi kita tahu tentu masyarakat lebih berpikir menyelamatkan semua anggota keluarganya dan barang-barang yang dianggap primer mana sempat mikir untuk selamatkan sertifikat tanah. Dalam pemberitaan beberapa media massa mengatakan karena hanya selembar kertas (Sertifikat tanah) banyak masyarakat yang tidak mendapat ganti-rugi. Akhirnya pemerintah mengambil langkah dengan membuat sertifikat tanah bagi masyarakat yang tidak mempunyai. Timbul pertanyaan dalam benak, ”Kok bisa-bisanya pemerintah buat sertifikat tanah” dan saya yang tak habis pikir, ”Cara mengukurnya gimana?” Sedangkan daerah tersebut sudah rata oleh lumpur.
Ya itulah sedikit ilustrasi dari dagelan birokrasi yang ada di Indonesia, sebenarnya lucu juga (He3x...) tapi jika dipikir secara arif, bagaimana jika dalam lingkungan pendidikan kita saja birokrasinya sudah tidak sesuai dengan kaidah sebenarnya. Jangan-jangan, ketika kita diberi kesempatan nanti untuk memimpin negara ini kita juga akan melakukan hal yang sama. Bukannya melakukan berbaikan dengan menempatkan birokrasi sesuai dengan kaidah dalam hal ini birokrasi yang lahir karena kebutuhan masyarakat namun malah menjadikan birokrasi sebagai alat kekuasaan. Yang harus diingat, memang dalam mengarungi hidup ini tidak bisa lepas dari birokrasi. Bahkan dari manusia lahir, sudah ada yang namanya akte kelahiran dan ketika meninggal nanti pun harus mengurus terkait administrasi pemakaman. Tulisan ini harapan bisa menjadi refleksi bersama bahwa sebenarnya permasalahan bangsa ini banyak sekali, kalau kita (baik yang berstatus mahasiswa/alumni) hanya berpikir yang ’kecil-kecil’ apalagi sampai berperilaku apatis dan pragmatis jangan berharap bangsa ini akan besar seperti yang kita cita-citakan. Semoga bermanfaat.

08 Oktober 2008

SMS Lagi....

Teman, jika Anda hobby ber-SMS ria namun pada suatu ketika ada kalanya SMS Anda tidak di balas oleh orang yang Anda kirimkan SMS. Menurut saya ada beberapa kemungkinan orang tersebut tidak membalas SMS Anda : Lagi sibuk, nggak punya pulsa (kena Kanker alias kantong kering), isi SMS Anda dianggap tidak penting, atau bisa jadi SMS Anda kurang "menghibur". Beberapa hari lalu saya mendapatkan SMS menarik dari teman kuliah yang ada-ada saja isi SMSnya, berikut isinya :
Anak kembar menanam benih, Nggak Kabar Kemana Aj Nih?
Orang sabar makan Kedondong, Kirim kabar Donk!
Buah Kelapa, Buah Talas, Jangan Lupa di balas!


Selamat mencoba semoga berhasil. Thx

Kenikmatan Yang Tidak Terkira

Bersedihlah saat harus bersedih karena Rasulullah saw. pun bersedih! Begitu kira-kira inti kata pengantar dalam buku “Bersedihlah!” karya Ahmad Izzan & A. Abdul Qodir. Sedih adalah bagian dari fitrah. Ketika fitrah itu menjadi keimanan, maka air mata bukan lagi menjadi jembatan pemisah dengan Allah, melainkan harus menjadi sahabat dan jembatan yang semakin mendekatkan diri kita kepada Allah.
Dalam buku yang tidak terlalu tebal ini, ada dua puluh satu kisah yang diceritakan bagaimana Rasulullah bisa mengatasi segala kesedihannya sebagai insan manusia yang sama seperti kita. Mulai dari ketika Rasulullah menerima wahyu pertama, yang dalam sejumlah hadits bahkan diterangkan bahwa Rasulullah saw. sampai mengalami ketakutan yang sangat luar biasa. Rasulullah pun menangis kala beliau shalat dan sudah menjadi kebiasaan menangis ketika membaca atau mendengar bacaan Al-Qur’an. Ya, menangis ketika membaca atau mendengar Al-Qur’an adalah kepribadian, karakter, dan ciri khas para Rasul. Bahkan tradisi ini secara kuat diwarisi oleh para sahabat dan generasi sesudahnya yang dikenal sebagai salaf ash shalih. Ketika membaca Al-Qur’an, mereka selalu menyertainya dengan perenungan dan isak air mata. Bagi mereka, kebahagiaan tertinggi adalah ketika mereka berhadap-hadapan dengan Allah melalui Al-Qur’an. Menangis bukanlah suatu keharusan, melainkan suatu kenikmatan yang tiada terkira. Kata kunci terkait hal ini adalah perenungan, permenungan, atau kehendak yang diikuti usaha yang kuat untuk menyikap makna yang dikandungnya. Ada pula kisah Rasulullah saw. selama sepuluh hari berada di Thaif, Rasulullah selalu menemui pembesar-pembesar di sana dan mengajaknya bertukar pikiran. Setiap itu pula cacian, makian, hingga kata-kata bernada usiran mereka tujukan kepada Rasulullah. Kisah ini ingin membuktikan bahwa kapan dan di mana pun selalu saja ada pihak-pihak yang tidak senang dengan Islam sebagai sunnatullah. Dalam keadaan seperti itu, tidak sepatutnya kita menghindar dari fenomena dan kejadian itu, tetapi dengan penuh kesabaran, tawakal, dan usaha maksimal kita harus menghadapi atau melewatinya. Tidak layak bagi seorang mukmin untuk berputus asa dari rahmat Allah. Maka, sikap huznuzhan kepada Allah harus selalu ditanamkan kuat-kuat di lubuk hati kita. Hidup ini tidak akan pernah lepas dari shadiqin yamdah wa min ‘aduwin yaqdah, hidup adalah perjuangan dan perjuangan membutuhkan pengorbanan.
Bagaimana perlakuan kasar kaum Quraisy kepada Rasulullah terjadi setelah ia ditinggal Abu Thalib dan Khadijah pada bulan dan tahun yang sama. Menyebabkan Rasulullah, terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya, Mekah. Walau begitu, sebongkah persedian kesabaran telah memenuhi setiap anasir kemanusiaannya. Ia mengajarkan bahwa selagi berada pada jalan yang benar, biarlah mereka yang tidak senang berbuat sekehendak hatinya. Biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Sahabat yang sakit pun ditangisi oleh Rasulullah, Utsman bin Mazh’un, misalnya. Sahabat yang sakit perut hingga tak sadarkan diri, sebab Rasulullah menganalogikan mukmin laksana satu-kesatuan badan, dimana jika salah satu anatomi tubuh merasakan sakit, bagian tubuh yang lain juga ikut merasakannya. Penderitaan tidak henti-hentinya menimpa kehidupan Rasulullah saw. Satu lagi orang yang sangat Dia banggakan sekaligus dicintai meninggal dunia karena terbunuh yakni pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib meninggal saat perang Uhud oleh Wahsyi bin Harb. Tapi ketika Wahsyi ingin masuk Islam, Rasulullah bisa menerimanya. Di kisahkan pula, kesedihan Rasulullah ketika satu demi satu anggota keluarganya meninggalnya putrid, kakek, dan istri tercinta. Dalam kesendiriannya, rasa itu memang pahit, siapakah yang bisa menolak. Allah lebih berhak untuk menentukan segalanya daripada kehendak Rasul. Sampai menjelang wafatnya, rasa khawatir yang menjalar dalam seluruh aliran darahnya melebihi manusia biasa karena memikirkan umatnya dengan berucap lirih, “Ummati… ummati… ummati…”
Kedua penulis, menggambarkan pula ziarah kubur yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasulullah menziarahi peristirahatan terakhir sang ibunda, Aminah binti Abdullah. Hal itu, beliau lakukan semata-mata untuk mendapatkan nasihat, pelajaran, dan peringatan dari orang yang meninggal dunia untuk akhirnya direnungkan sebagai “proses peragian hidup”. Dicontohkan bahwa kesedihan Rasulullah itu tidak pandang bulu, tidak karena miskin-kaya, hitam-putihnya warna kulit, atau kedekatan dengan dirinya. Meninggalnya wanita hitam yang pekerjaannya menyapu Masjid Nabawi. Selain itu, ada cerita ketika Rasulullah dihadapkan pada anak yang sakaratul maut. Rasulullah mengajarkan kepada sahabat bahwa air mata yang menetes karena sedih hati tanpa dibuat-buat dan tidak mengundang-undang, Allah tidak akan menyiksa orang tersebut. Yang dilarang adalah gelisah yang disertai sikap tidak sabar.
Wahai saudaraku, Rasulullah juga manusia biasa seperti kita. Yang membedakannya karena beliau mendapatkan wahyu. Hadirnya buku ini, mencoba mengajak kita semua untuk berbagi dan mengambil hikmah dari sekian banyak pelajaran yang menimpa Rasulullah. Tujuannya adalah untuk menginsyafi bahwa ketundukkan terhadap skenario Allah-lah yang menjadi kesejatian keikhlasan dan keridhaan pada diri kita dalam menjalani hidup. Saudaraku sekalian, mari kita meneladani segala pola pikir dan tingkah Rasulullah. Menangislah seperti halnya Rasulullah peragakan! Agar kita bisa tersenyum ketika kelak bertemu dan berpapasan dengan Rasulullah di surga! Semoga kita bisa! (Mas)

06 Oktober 2008

Bisa

Tak Semua Bunga Bisa Jadi lambing Cinta, Tapi Mawar Bisa!
Tak Semua Pohon Bisa Tumbuh Kalau Kehabisan Air, Tapi Kaktus Bisa!
Dan…
Tak Semua Orang Bisa Jadi Sahabat Yang Baik, Tapi Kamu Bisa!

SMS Met Lebaran.........

Di hari yang fitri ni tentu kita semua mendapat serentetan SMS Met Lebaran entah dari teman rumah, teman sekolah, teman kuliah, teman sekantor, saudara dekat & jauh, dan banyak lagi. Menariknya, dari sekian banyak SMS yang saya terima sejak Hari ke-27 Ramadhan, selalu ada kisah yang berkesan untuk diceritakan. Maklum saja, orang yang saya kenal dari berbagai daerah. Maka tak salah, yang muncul berbagai bahasa dari yang bisa saya mengerti sampai nggak tahu sama sekali. Dari bahasa Indonesia, Bahasa Jawa Keraton, Suroboyoan, Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, Bahasa puitis, sampai bahasa campur Indonesia, arab, dan Inggris. Saudaraku, di ramadhan 1429 H ini, saya sudah meng-SMS banyak orang pada hari ke-29 ramadhan. Timbul respon yang beragam dari beberapa teman saya : ada yang bilang Ikut Lebaran Besok ya? ada juga yang bilang "Jika Ramadhan Berakhir Lebih Cepat, Semoga Menjadi Pribadi Yang Lebih Istimewa." tapi ada juga yang merespon begitu 'polos' : "Iya Dah Guwe Maafin". Berikut ini beberapa SMS yang masih terdokumensi dalam handphone q :
Met Idul fitri Mas, Sepurane Sing Dowo Ombo

Taqobbalahu Minna wa Minkum. We Sincerely apologize too

Staun Mongso, Ngenteni Poso
Sa'wulan Poso kok G Keroso
Ditinggal Wulan Poso Awak dadi rekoso
Tuku Srikoyo nang Meduro
Dulur, sa'iki Riyoyo Aq Nyuwon Sepuro

Jika Hati Seputih Awan Jangan Biarkan Ia Mendung
Jika Hati Sejernih air Jangan Biarkan Ia Keruh
Jika Hati Selembut Sutra Hiasi Dengan Iman
Mohon Maaf Kalau Ada Khilaf

Ramadhan dengan Teman = Keceriaan
Ramadhan dengan Keluarga = Ketentraman
Ramadhan dengan Pertumbuhan Buah hati = Anugerah-Nya
Mohon Maafkan Srgala Khilaf

Becik Ketitik Olo Ketoro, sepurane Yo

Je Voudrais Dire Aussi BON FETE IDUL FITRI 1429 H J'espere Que vous pouvez Excuser Mes Foux. Taqabbalahu Minna wa Minkum

The Past Made us What We've Become
The Present We Must Endure
The Future Is Yet To Pray for -Happy led-
Spread Your Rays Of Forgiveness

Blusukan Nang Deso, ketemu Rondo Ayune Gak Sepiro
Pirang-pirang tahun Isine Doso
Mumpung Riyoyo Aku Njaluk Rondo, eh Salah Aku Njaluk Sepuro

Tuku Duren Nang Suroboyo
Wis Ga Kesuen Sepurane sing Akeh Yo...

Thx bt teman-teman yang telah SMS Met Lebaran dan Thx bt teman-teman sekolahku yang masih ingat dengan temanmu ini.

Bintang Rapuh


Dua tahun silam, tepatnya 17 Agustus 2006. Di Sekretariat BEM KM UNAIR diadakan aneka lomba untuk rangka memperingati hari kemerdekaan RI, mulai dari lomba masak dengan bahan dasar tahu & tempe, makan apem, makan bakso dengan sumpit, sampai lomba menghias apem. Foto yang dimunculkan adalah satu dari keempat kontestan dari lomba tersebut. Kue hiasan dari kementrian Kesejahteraan Mahasiswa ini hanya bermodal kertas, spidol, dan tusuk gigi. Maklum dikementrian ini didominasi pria, wanitanya hanya sedikit. Jadi ya harus terima kalau hiasan makanan jadinya seperti itu.

Hidup Butuh Keteraturan

Percayalah bahwa Anda akan berhasil! Akan tetapi, keberhasilan adalah buah dari upaya sadar, diiringi pengalaman masa lalu dan dimensi masa depan. Ketahuilah, bahwa tidak ada alternatif lain kecuali Anda memilih manajemen diri, sebab jika tidak yang Anda dapatkan adalah kekacauan, sporadis, spontanitas, dan kehilangan tujuan serta jalan sekaligus.
Keteraturan. Ya, itulah keyword untuk mencapai keberhasilan ini. karena keteraturan adalah dasar bagi setiap kerja yang berhasil. Sesungguhnya, ia merupakan potensi besar kita yang bisa saja sirna dan sia-sia tanpa adanya penataan. Tetapi di sisi lain, kekuatan kecil yang tertata akan sanggup mewujudkan berbagai keajaiban. Tanpa keteraturan, upaya kita akan berantakan, langkah kita akan terasa berat, dan perjalanan kita terasa tanpa panduan yang jelas. Oleh karena itu, setiap orang dari kita hendaknya menjadikan kejelian dan keteraturan sebagai modal utamanya, sehingga tidak mengayunkan kedua kakinya melainkan ia telah mengatur dan merancang langkah-langkahnya.
Jangan mengharapkan kberhaslan yang pada awalnya Anda merasa puas dgan kberhaslan tersebut, tetapi setelah itu Anda memahami bahwa hal itu membutuhkan upaya ulang! Jika Anda tdak berhasil, maka jangan sampai Anda mengganggap benar kesalahan-kesalahan Anda. Namun demikian, sempurnakanlah kekuatan Anda dan kokohkanlah semangat Anda! Mulailah dari awal lagi. Percayalah bahwa keberhasilan kali ini pasti akan Anda capai dan segalanya akan menjadi lebih baik atas izin Allah. Begitulah Muhammad Ahmad Abdul Jawwad mengawali pemaparannya sebelum bercerita tentang pentingnya Anda menjadikan kedisiplinan sebagai kebiasaan rutin untuk menuju sukses dalam menggapai masa depannya.
Buku yang judul aslinya Kaifa tunadzdzimu syu’unaka wa syu’unal akharin ini, pertama-tama menjelaskan bagaimana Anda menata urusan pribadi dari pengarsipan, janji-janji dan komitmen yang telah ditetapkan, serta menyusun agenda kegiatan, mengatur waktu, dan pertemuan-pertemuan serta ada sembilan belas nasihat demi tercapainya manajemen waktu yang sukses. Selanjutnya dipaparkan pula bagaimana Anda menata urusan kerja dan bagaimana Anda bisa meninggalkan kantor atau tempat kerja dalam keadaan rapi dan teratur. Tidak lupa pula penulis memberikan refleksi dan perenungan seputar perbendaharaan pengetahuan dan wawasan. Di dalam refleksi ini, memaparkan pandangan integral untuk menata buku-buku Anda, koleksi kaset, dan lain–lain.
Selain membahas tentang menata diri Anda sendiri buku ini menjelaskan pula bagaimana Anda menata urusan anak-anak Anda, Stephen R. Covey, mengatakan bahwa ”Tidak ada seorang pun yang mampu menjadi bapak bagi anak-anak Anda yang lebih mumpuni dari diri Anda sendiri.” Menata urusan anak dari aspek adminstratif yang meliputi arsip kesehatan dan catatan perkembangan anak, arsip pendidikan anak, berkas-berkas khusus bagi si kecil, perpustakaan si kecil, keterampilan dan hobi si kecil. Lalu menata aspek infrastruktur untuk anak-anak kita belajar sampai pada bagaimana membangun kebiasaan disiplin bagi anak-anak kita.
Buat para calon ibu dan para ibu, saya rekomendasikan buku ini pantas di konsumsi, sebab pada Bab III mengupas tentang bagaimana Anda (seorang istri) menata urusan rumah tangga mulai dari menata ruang tamu, ruang tidur, ruang makan, ruang keluarga, ruang anak–anak, dapur. Disampaikan pula hal-hal umum yang patut diperhatikn dari ruang–ruangan tersebut dan di buku ini disampaikan juga bagaimana mengatur keuangan rumah tangga, sehingga rumah tangga akan menjadi lembah nan damai yang menjadi sumber ketentraman bagi para anggota dan penghuninya. Seperti yang difirmankan Allah SWT: ”Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal yang damai” (Q.S. An-Nahl, 16: 80). Kedamaian tidak akan pernah lahir kecuali dalam suasana yang tenang dan teratur.
Dengan penataan, kita dapat mengefisienkan waktu dan tenaga, serta menimbulkan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan secara sempurna dan cepat. Pada Bab-bab akhir buku ini menyajikan program pelatihan komprehensif yang dapat diaplikasikan untuk melakukan terapi problematika penataan diri bagi anda, anak-anak anda, maupun kelompok kerja Anda.

Judul : Mengelola Kehidupan Pribadi Secara Efektif
Penulis : M. Ahmad Abdul Jawwad
Cetakan : Kedua
Tahun terbit : 2005
Tebal : 82 hlm
ISBN : 979-3529-87-3

28 September 2008

Cinta...

Cinta itu bagai air jika ia di genggam, maka ia akan keluar dari sela sela jari kita
Cinta tidak bisa di genggam, tapi dengan tangan terbuka kita bisa mempertahankan Cinta.

Siasat Nafas Panjang

Pendidikan anak dalam pandangan para pendidik begitu jelas, sejelas cahaya matahari pada siang hari. Meskipun demikian, masih sering kita mendengar, menyaksikan, dan membaca tentang berbagai penyimpangan perilaku anak-anak dalam masyarakat sebagai akibat dari pendidikan yang salah. Sebagian muncul karena ketidakpedulian, sikap meremehkan, dan kelalaian dalam mendidik; sebagian lagi muncul dari niat yang baik, namun tetap salah karena ketidaktahuan cara mendidik; sebagian lagi timbul sebagai dampak dari sikap orang tua yang diktator, otoriter, dan lain-lain. Kita harus memahami bahwa anak hanyalah tamu yang baru di dalam keluarga dan masyarakat. Perlu waktu yang lama dan kesabaran agar ia belajar tentang pola-pola perilaku yang sesuai kebiasaan, adab, dan aturan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Ia persis seperti pendatang baru yang memerlukan waktu lama dan kesabaran untuk dapat berbahasa dengan bahasa yang digunakan oleh penduduk sekitar.
Muhammad Rasyid Dimas, menyampaikan kalau tanggung jawab kita sebagai orang tua tidaklah menuntut kita bekerja 24 jam untuk menumbuhkn perilaku baik anak-anak kita. Kita hanya harus mengajari mereka tentang perilaku yang benar dan meletakkan batasan-batasan yang penting yang tidak boleh dilanggar, agar mereka tidak merugikan diri mereka dan orang lain. Jadi, tanggung jawab kita bukanlah mengubah kehidupan ini menjadi ceramah-ceramah dan memosisikan anak-anak sebagai orang-orang yang wajib menyimak dan melaksanaknnya. Ceramah yang dilakukan oleh orang tua tidak akan memberi peluang leluasa bagi iklim dialog antara ia dan anaknya sebab bentuknya hanya instruksi satu arah dan si anak hanya diminta taat tanpa diskusi. Jika demikian, mereka akan hidup seperti mesin yang sudah diprogram, bukannya sosok independen yang memiliki kemampuan berpikir dan berkreasi serta mengambil keputusannya sendiri. Sebab beliau menegaskan, bahwa tujuan kita dalam mendidik anak adalah menjadikan mereka merasa bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, bukan menjadikan mereka sebagai robot atau orang yang selalu harus kita ingatkan tentang kewajiban-kewajibannya.
Kita ketahui, pada saat ini umat membutuhkan lahirnya generasi yang kuat, berkomitmen kepada ajaran-ajaran Allah dan sunnah Nabi-Nya, kreatif, dermawan, mampu berkontribusi dalam segala bidang kehidupan, mampu mengembalikan umat kepada kejayaan, berani menghadapi segala permasalahan zaman, dan siap merespons aneka tantangan dengan penuh kebijakan, kekuatan, dan pemahaman. Cara untuk melakukan pendidikan anak adalah berkomunikasi secara baik. Pertama, komunikasi yang dijalin antara kedua orang tua sendiri, jika orang tua menginginkan anak-anaknya tumbuh secara baik dalam segi afeksi, hendaknya mereka mengevaluasi sesuatu yang seharusnya mereka lakukan dalam merespons perilaku anak-anak mereka. Mereka harus meningkatkan kekompakkan dalam komunikasi satu sama lain, terutama dalam merespons perilaku sosial yang sensitif. Mereka juga harus menentukan dan menyepakati perbuatan-perbuatan yang disukai dan perbuatan-perbuatan sebaliknya pada anak-anaknya. Jika tidak adanya komunikasi untuk mengkompakkan antara kedua orang tua dalam mengambil strategi pendidikan akan membuat anak bingung dan mengalami guncangan dalam perilaku mereka. Kedua, komunikasi antara orang tua dan anak, dengan tujuan memperbaiki kesadarannya dan memperluas wawasannya tentang perilaku, adalah hal yang amat penting. Seorang anak membutuhkan adanya komunikasi yang jelas dari ibu dan bapaknya. Tentu saja komunikasi yang baik antar anggota keluarga ini membutuhkan banyak dialog, curah pendapat, dan diskusi, misalnya dengan melibatkan anak dalam membuat aturan tentang perilakunya atau aturan untuk meluruskan aturannya. Dengan demikian, ia akan berusaha untuk menghormati, mematuhi aturan bahkan sampai merasa terikat dengannya. Beliau menambahkan, cara yang aman dan lebih banyak manfaatnya dalam menghadapi persoalan dan permasalahan anak adalah dengan siasat nafas panjang dan dengan kemampuan mengendalikan emosi dan amarah.
Menurut pemahaman Islam dengan disesuaikan karakter pertumbuhan pada masa kanak-kanak menawarkan solusi yang logis dalam mendidik anak yakni melakukan transisi secara bertahap dan perlahan-lahan. Tindakan ini dimulai dengan pujian dan sanjungan terhadap perilaku baiknya, mengabaikan kesalahan yang tidak prinsipil dan tidak menonjol, mengecamnya secara tertutup dan kemudian terbuka, baru kemudian memberlakukan hukuman sebagai urutan terakhir.


Judul : 20 Langkah Salah Mendidik Anak
Penulis : Muhammad Rasyid Dimas
Cetakan : Keempat
Tahun terbit : 2007
Tebal : 122 hlm
ISBN : 979-3977-79-5

27 September 2008

Bersyukur Dapat ”Musibah”


Anda yang memiliki kondisi kesehatan prima sebelumnya, tanpa pernah mengalami sakit yang serius, tiba-tiba menjadi tidak berdaya. Timbul gejala lesu, lemah, demam, sakit kepala, nyeri sendi-sendi, otot ngilu, berbagai kerusakan kulit baik di muka maupun di bagian tubuh lainnya. Secara bertahap tapi pasti penyakit ini merenggut organ-organ vital anda, misalnya panjang kedua tangan tak lagi sama akibat atropi otot, vaskulitis (peradangan pembuluh darah) terjadi di bagian kulit, rongga dada, hingga selaput otak. Waktu demi waktu penyakit ini bukannya semakin jinak, malah semakin menjadi-jadi. Sensitif terhadap sinar matahari, jika mau bepergian harus membawa perlengkapan tabung oksigen, kruk, dan kursi roda. Perjalanan penyakitnya pun bervariasi dari ringan sampai berat dengan episode kambuh dan baik yang tidak terduga. Ya, itulah penyakit yang namanya Lupus. Lupus adalah penyakit autoimun, sejenis alergi terhadap diri sendiri. Zat anti yang dibentuk sistem kekebalan tubuh yang biasanya berfungsi melindungi tubuh melawan kuman, virus, dan benda asing, malah berbalik menyerang jaringan tubuh kita sendiri. Penyakit ini terutama menyerang wanita. Penyakit ini dikenal dengan istilah ’The great imitator” atau “penyakit 1000 wajah” karena penampakannya dapat bermacam-macam. Yang harus diingat, penyakit ini belum ada obat.
Saya berkeyakinan anda yang terkena penyakit ini akan merubah kehidupan anda 180 derajat. Dian Syarief misalnya, seorang wanita kelahiran Bandung ini, lulusan farmasi ITB, dengan jabatan terakhirnya adalah Public Relations Manager bank Bali, lika-liku hidupnya ”bersahabat” dengan Lupus setelah divonis dokter pada Februari 1999 mengidap penyakit ini. Kisah Dian ini dituangkan dengan begitu indah oleh suami tercinta, Eko P. Pratomo dalam buku yang berjudul ”Miracle of Love : Dengan Lupus Menuju Tuhan”. Bagaimana di awal musibah itu hadir, Dian sempat shock bahkan depresi berat. Hidup dilaluinya dengan saraf pusat penglihatan yang hanya berfungsi lima persen. Trombosit darah hanya tinggal 10% dibanding trombosit normal. Sehari harus menelan 20 tablet. Biaya pengobatan setiap bulannya Rp 600.000,- itu pun belum termasuk biaya pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan secara berkala. Karena tampilan dan gangguan organ yang diakibatkan Lupus sangat beragam, para penderitanya tidak berobat ke satu spesialisasi. Mengunjungi berbagai spesialis bahkan subspesialis seperti spesialis kulit, penyakit dalam, subspesialis reumatologi, ginjal, darah, dan imunologi, tergantung dokter mana yang tersedia dan gejala mana yang lebih dominan. Pindah-pindah Rumah Sakit sampai akhirnya operasi sebanyak enam kali dalam sebulan di RS. Mounth Elizabeth, Singapura. Di dalam perenungan di tempat tidur, Dian berucap aku ini adalah orang yang sulit menerima kenyataan bahwa aku harus bergantung pada orang lain. Sebelum sakit, aku aktif sebagai Corporate Communication Manager di sebuah bank swasta yang sangat sibuk. Kerapkali aku melewatkan waktu shalat dan melakukannya pada last minutes. Terus terang, hidupku lebih berorientasi pada duniawi, mengejar ambisi karier sehingga jarang memikirkn hal-hal spiritual. Hati kecilku menjerit, ”Siapa yang bisa menolong aku?” Tetapi di saat yang sama aku menyadari Tuhan pasti bersamaku. Satu hal yang penting, mas Eko juga selalu mendampingiku. Ketika aku berjalan tertatih-tatih, jemarinya langsung menggenggam hangat tanganku, memberi kekuatan pada diriku.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan....berlalu dengan sangat menyiksa. Ternyata, waktu memang mujarab menyembuhkan luka. Lambat laun kepedihan hati agak reda. Dukungan moril dari suami, orangtua, saudar-saudara, para sahabat, dan semua yang mengenal benar-benar sangat berarti. Di tengah kebutaan itu, Dian malah ingin menghafal Al-Qur’an dan meminta didatangkan guru ngaji. Pada tahun 2000 menjadi pembicara seminar dan di musim haji tahun itu pula ia memunaikan rukun Islam yang kelima ditemani suaminya, Eko P. Pratomo dan ibunya. Bagi Dian, diserang penyakit yang belum ada obatnya itu bukanlah akhir dari segalanya. Oleh karena itu, dia tetap berusaha menjalankan kegiatan sehari-hari secara normal meski sampai sekarang masih terus mengkonsumsi obat-obatan anti radang nonsteroid untuk mengurangi pembengkakkan, panas, dan nyeri akibat peradangan. Dian suka berbagi pengalaman dengan menulis yang dikirim ke beberapa media dan sahabat lewat e-mail, mengisi forum diskusi, sampai pada tahun 2004 mendirikan Yayasan Syamsi Dhuha untuk para odapus (sebutan penderita lupus). Berperan sebagai volunteer merangkap sebagai konsultan, bahkan fasilitator selain menjadi teman berbagi. Menulis surat untuk Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hari-harinya diisi dengan agenda-agenda rutinitas seperti pengajian dan seminar.
Perjalanan kisah hidup Dian Syarief bersama suaminya, Eko P. Pratomo yang dituangkan dalam buku ini semoga bisa memberi banyak pelajaran dan inspirasi baru dalam mengubah cara pandang kita terhadap apa yang kerap kita sebut ”musibah”. Menerima kata ”musibah” lebih baik dimaknai sebagai ”kesempatan emas” yang disediakan Allah untuk kita belajar mengenal cinta-Nya yang tak bertepi untuk meraih kebahagiaan sejati.

Batu Bata Peradaban Mulia

Ada sebuah pemikiran pada sebagian masyarakat kita bahwa mencoba melarikan diri dari masalah atau menghindari masalah merupakan solusi agar hidup terhindar dari masalah. Mereka tidak sadar bahwa perilaku seperti itu justru mengundang masalah baru. Artinya, tatkala siapa pun melarikan diri dari realitas masalah yang ada, bersiaplah berhadapan dengan masalah baru. Sungguh, permasalahan dalam hidup itu pasti ada, termasuk di dalam keluarga. Sekecil apa pun, seringan apa pun. Oleh karena itu, sikap semestinya -benar dan tepat- yang harus kita lakukan ketika berhadapan dengan masalah adalah bukan menghindar dan bukan pula melarikan diri, namun menghadapinya secara cermat dan cerdas.
Berangkat dari realitas tersebut, Cahyadi Takariawan dalam bukunya yang berjudul ”Menjadi Pasangan Paling Berbahagia”, menawarkan lima prinsip fundamental dalam membangun dan menjaga keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga. Tujuannya tentu agar siapa pun yang memulai dari yang baik maupun tidak, bisa berproses dalam kehidupan keluarga menuju kebahagiaan hakiki yang diidamkan semua orang, didambakan semua pasangan, dan dicita-citakan semua insan.
Kelima prinsip fundamental tersebut, yakni : pertama, motivasi suci. Motivasi yang dimaksud disini adalah niat. Dengan memahami motivasi suci itu, maka akan mencerahkan kehidupan rumah tangga Anda. Menikah adalah bagian dari ibadah kepada Allah. Untuk itu, hal tersebut harus dilandasi oleh niat yang suci. Penulis mengawali pembahasannya dengan memaknai ulang ikhlas dalam rumah tangga dengan mengacu pada Al-Qur’an, hadist, dan beberapa pendapat tokoh Islam. Setelah itu, bagaimana mengenali motivasi dasar kita dalam bersikap dan bertindak, lalu menunjukkan kekuatan motivasi dengan mencontohkan kisah keluarga Ibrahim dan kisah Maryam, Si Gadis Mihrab. Tak lupa penulis memberikan beberapa jenis bahan bakar yang bisa menjadi energi untuk menyalakan lentera motivasi Anda.
Prinsip yang kedua, selalu mendekat kepada Allah. Dengan meyakini kekuasaan Allah atas hati manusia maka prinsip utama dalam menumbuhkan cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga adalah pendekatan kita kepada Allah. Penulis mengajak pembaca untuk menengok sejenak rumah tangga Rasulullah, teladan utama dan paripurna kita semua. Harapannya, mengetahui urgensi pendekatan diri kepada Allah dalam kehidupan rumah tangga, yang di antara : mendapatkan ketenangan dalam rumah tangga, mendapatkan kebahagiaan hakiki, mendapatkan kemudahan menyelesaikan urusan, dan lain-lain.
Prinsip ketiga, membawa orientasi syar’i dalam membina kehidupan rumah tangga. Di antara prinsip pokok dalam membangun keharmonisan keluarga adalah meningkatkan pemahaman terhadap arahan syariah Islam. Hal ini sangat penting agar tidak terjebak oleh semata-mata berpikir ”minimalis” dengan hanya menimbang segala sesuatu dari kacamata fiqh : boleh dan tidak boleh. Tentu saja, hal ini tidak bermaksud untuk menyepelekan hukum fiqh, namun lebih menempatkan pada posisi yang proporsional. Ada beberapa orientasi syariah Islam yang harus dipahami secara utuh, yaitu : menjaga fitrah kemanusiaan, mengarahkan kepada kemaslahatan, menghindarkan dari keburukan dan kerusakan, memberikan kemudahan dan jalan keluar, serta berdimensi ukhrawi.
Prinsip keempat, menjaga sikap adil. Adil adalah kata yang mudah dan singkat diucapkan. Namun, hal tersebut terlalu berat untuk diaplikasikan. Tidak akan ada cinta dan bahagia apabila tidak ada keadilan dalam kehidupan rumah tangga. Sisi-sisi keadilan dalam keluarga melingkupi : adil dalam pembagian peran, pemberian penilaian, penerapan aturan, sampai pemberian penghargaan dan sanksi. Akan tetapi, timbul pertanyaan dibenak kita, bagaimana bisa berlaku adil? Pak Cah (sapaan penulis) memberikan beberapa cara agar berlaku adil bisa menjadi kebiasaan dan akhlak, yaitu : melakukan muhasabah diri, membuka komunikasi, belajar dari kesalahan, dan belajarlah dari orang lain.
Prinsip kelima, mengutamakan musyawarah. Musyawarah adalah karakter Islam yang sangat mendasar. Hal itu merupakan prinsip yang membedakan antara sistem Islam dengan lainnya. Dalam konteks rumah tangga, menegakkan musyawarah dalam rumah tangga akan memunculkan kondisi yang berbeda dengan rumah tangga yang sepi dari aktivitas musyawarah. Saking pentingnya musyawarah ini, penulis sampai menegaskan bahwa ”Sejatinya musyawarah dilakukan semenjak malam pertama pengantin, seusai mereka melaksanakan akad nikah. Melakukan dialog, syuro’, keterbukaan, komunikasi yang hangat dan penuh kecintaan, bahkan (maaf) sampai perlu membicarakan kapan akan melakukan hubungan suami istri pertama kali.”
Buku yang isinya lebih bernuansa normatif ini, dilengkapi pula dengan tabel-tabel, seperti : tabel untuk mengenali motivasi dasar dan tindakan pasangan Anda, evaluasi atas motivasi dasar berumah tangga, mengetahui apakah kebahagiaan benar-benar telah Anda dapatkan, mengetahui kondisi yang Anda rasakan dalam rumah tangga, pembagian pekerjaan rumah, format notulensi musyawarah, mengetahui kekuatan suami dan istri, sampai tabel kata-kata yang berkategori negatif maupun positif. Terakhir penulis berpesan agar kita senantiasa bersemangat dalam membina keluarga, seperti ungkapan berikut : “Mekarnya keluarga sebagai batu bata peradaban mulia.”(Mas)

Judul : Menjadi Pasangan Paling Berbahagia
Penulis : Cahyadi Takariawan
Penerbit : Arkan Publishing
Tahun terbit : 2008
Tebal : 292 hlm
ISBN : 978-602-8069-37-9

Dari Politik Sampai Militer


Anak bukan hanya sekedar lembaran putih bersih sebagaimana yang dikatakan oleh banyak orang. Anak adalah makhluk hidup yang eksis. Berbicara mengenai pendidikan (tarbiyah), ada tiga hal asasi yang sering dilupakan oleh kebanyakkan orang tua, yakni pendidikan lingkungan, moral (akhlaq) dan ruhiyah (spiritual). Terkadang orangtua sangat perhatian terhadap pendidikan akal dan jasad, tetapi lalai terhadap tiga hal yang telah disebutkan diatas.

Kalau kita sadar, sebenarnya cukup banyak cara dan sarana untuk memberikan pendidikan dari tiga hal tersebut secara dini kepada anak-anak kita. Misalnya, pada fase sang buah hati lahir sampai dua tahun (fase menyusui). Pembinaan ruhiyah pada fase ini bisa dilakukan mulai dari mengumandangkan adzan dan iqamat di telinga anak, berdoa dan bersyukur kepada Allah, mengolesi bibir anak dengan kurma, mencukur rambut dan bershadaqah, aqiqah, memberi nama, sampai khitan.

Sedangkan saat menyusui pun, anak bisa diberikan pendidikan moral dan bermasyarakat. Yaitu dengan memberi kehangatan dekapan dan kasih sayang seorang Ibu, apalagi jika ditambah dengan kecupan. Penulis juga mewanti-wanti agar jangan sekali-kali menyerahkan anak secara total kepada pembantu atau pengasuh anak. Cinta dan kasih sayang yang mereka berikan akan sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan cinta dan kasih sayang orangtuanya sendiri.

Pembaca yang budiman, sebenarnya aktivitas menyusui tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan rasa haus anak. Namun, dalam menyusui terkandung nilai-nilai pembelajaran sosial bermasyarakat untuk anak. Dari sanalah muncul interaksi aktif antara ibu dan bayinya. Cara menyusui yang baik akan menambah rasa percaya diri anak terhadap lingkungannya. Dan ternyata, dengan menyusui kita juga bisa menanamkan nilai-nilai kedisiplinan bagi buah hati, caranya : seorang ibu harus menyusui anaknya pada waktu yang telah ditentukan. Jangan menyusui ketika anak anda merengek atau menangis. Atau pun bisa dengan membiasakan memberi sesuatu yang lebih kepada anak pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Disiplin merupakan fitrah yang sudah ada secara turun-temurun.

Ketika anak memasuki fase pasca menyusui, yakni usia anak antara dua tahun hingga akhir enam tahun. Apa yang terjadi kepada anak pada fase ini menggambarkan tentang kepribadian masa depannya. Mulai usia tersebutlah kepribadian seseorang mulai terbentuk, seperti keberanian atau pengecut, pemurah atau kikir, dan sebagainya. Akan sulit bagi kita untuk mengubah sebagian gambaran kepribadian tersebut. Riset membuktikan, mengubah sikap kepribadian yang jelek lebih sulit dibandingkan dengan mengubah yang sudah baik menjadi jelek. Maka peran Ibu pada fase ini lebih dibutuhkan daripada peran Ayah karena Ibu adalah orang yang paling sering berinteraksi dengan anak.

Di samping itu, kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan jati diri seorang anak. Di fase ini penulis memulai pemaparannya dengan menyampaikan beberapa kebutuhan jiwa anak, harapannya agar interaksi anda dengan anak anda tidak salah langkah. Karena pada fase ini, banyak indikasi pertumbuhan anak mulai dari kecenderungan pada ego pribadi, suka meniru sampai memiliki rasa kompetitif terhadap yang lainnya. Setelah itu penulis memaparkan cara dan sarana untuk melakukan pendidikan dari tiga hal tersebut.

Pertama, dari pendidikan lingkungan. Untuk memunculkan jiwa sosial dan bermasyarakat pada anak, bisa dengan memberikan contoh yang baik, selain itu bisa dengan menciptakan kondisi keluarga yang harmonis, mengajaknya bermain bersama, mengajaknya ke masjid, dan memaksimalkan institusi pendidikan seperti taman kanak-kanak atau taman bermain. Tak cukup sampai disitu, penulis mengusulkan kepada keluarga muslim agar melakukan pendidikan politik secara intensif. Politik dalam konteks rumah tangga berarti memimpin, mengelola, dan mengatur segala urusan dan permasalahan yang ada didalamnya. Pendidikan politik dalam keluarga yaitu menumbuhkan semangat beramal jama’i, saling menolong, menubuhkan semangat bermusyawarah, dan memperhatikan sesama muslim di kalangan anak-anak.

Kedua, pendidikan secara ruhiyah. Biasanya dilakukan lewat doa dan dzikir, membaca Al-Qur’an, ibadah, tetapi bisa juga dengan menceritakan kisah-kisah para nabi. Selain itu, bisa juga melalui alunan nasyid dan syair-syairnya.

Di dalam buku ini, penulis membuat bab tersendiri tentang pendidikan untuk balita, penulis menganggap hal tersebut sangat penting dan menjadi tanggung jawab para orang tua untuk diaplikasikan kepada anak-anak sebelum beranjak dewasa. Pendidikan itu yakni terkait mengenalkan jilbab dan hijab; televisi; video; uang; agenda harian keluarga muslim; sampai pemberian pendidikan militer. Di bagian lain buku ini juga dijelaskan peran keluarga dalam mempersiapkan anak-anak untuk memasuki sekolah dan hubungan keluarga dengan sekolah.

Judul : Melejitkan Potensi Moral dan Spiritual Anak : Panduan Mendidik Anak Usia Prasekolah
Penulis : Khalid Ahmad Syantut
Penerbit : Syaamil Cipta Media
Tahun terbit : 2007
Tebal : 210 hlm
ISBN : 979-399-206-X

Mencari kekuatan

Carilah Kekuatan itu :
Di Kegelapan Malam
Di Panjangkannya Sujud
Di Syahdukannya Tilawah
Di Laparkannya Shoum
Karena Setiap Hamba Itu Lemah & Hanya Allah Si Pemilik Kekuatan Sempurna

Sinergikan Kerja Lahir Dan Batin

Dalam hidup ini, ada banyak kebutuhan yang harus dipenuhi dan ada banyak keperluan yang harus dicukupi. Untuk itu, bekerja memeras keringat dan membanting tulang adalah solusinya. Tetapi jika dipahami secara harfiah, sebenarnya kebutuhan dibagi menjadi dua, yakni kebutuhan yang bersifat lahiriah atau materi dan kebutuhan yang bersifat batiniah (rohani). Kalau hanya bekerja keras membanting tulang, memeras keringat, dan otak saja, semua kebutuhan kita belum terpenuhi. Justru malah membuat kita terperangkap dengan peliknya dunia, terjerat riak-riak materialistik sehingga lupa akan nilai-nilai spiritual. Dalam hidup ini, tidak sedikit manusia yang disibukkan urusan kerja, tetapi lupa berdoa, lupa beristighfar (memohon ampunan Allah), lupa berbakti kepada kedua orang tuanya (memperhatikan hak-hak kedua orangtuanya), tidak pernah berniat menunaikan ibadah haji ataupun umrah, dan lupa akan ketaatan serta kedekatan kepada Allah lainnya yang bermuarakan pada nilai-nilai iman dan taqwa. Seperti yang diungkapkan Rasulullah Saw bahwa kekayaan yang sesungguhnya adalah kaya batin. Kaya materi tanpa diiringi kaya jiwa hanya akan menjerumuskan si kaya ke jurang kehancuran baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
Lalu bagaimana agar kita bisa kaya secara lahir dan kaya secara batin (kebahagiaan)? Said Abd. Al ‘Azhim dalam bukunya yang berjudul ”Rahasia Kekayaan Tertinggi” memberikan beberapa kiat bijak membuat rezeki Allah terbuka lebar dan kunci pembuka pintu rezeki-rezeki Allah di dunia ini, sampai petunjuk jalan meraih kebahagiaan hakikai di akhirat, sebagaimana yang disunnahkan nabi-Nya ataupun pesan dari Al-Qur’an hingga melapangkan jalan kita menjadi manusia kaya baik secara materi maupun jiwa. Buku ini di bagi menjadi dua bagian, di bagian pertama penulis memandu kita dengan sebelas rahasia agar berbahagia melalui kekayaan harta yang cara mendapatkan dan mengelola kekayaan harta sesuai dengan petunjuk-petunjuk Allah dan pada bagian kedua, penulis mengungkap tiga belas rahasia mendapatkan kebahagian melalui pencapaian kekayaan jiwa.
Pangkal dari semua uraian itu, kita sebagai seorang insan harus taqwallah (memiliki rasa takut kepada Allah) yang terwujud dalam pelaksanaan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Taqwa adalah magma roh segenap kebaikan, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Taqwa adalah tiang pancang kaya lahir, kunci utama pembuka pintu rezeki-rezeki Allah di dunia ini. Allah Swt, menyuruh kita bertaqwa sebatas yang kita mampu sebagaimana firman-Nya. ”Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu’ (Q.S. At Taghabun, 64 : 16)
Saudaraku, ada banyak jalan yang bisa membawa kita sampai kepada puncak kekayaan materi di alam ini. Namun berkah harta yang kita miliki akan lenyap ketika perilaku kufur dan inkar merasuk dalam diri. Perilaku ini merupakan penghancur rezeki yang telah dikaruniakan. Oleh karena itu, tinggalkan dan jauhkan segala bentuk tindak kemaksiatan. Hanya dengan cara itulah kita bisa menjaga rezeki Allah yang dikaruniakan kepada kita, bahkan akan melapangkan jalan rezeki-rezeki-Nya yang lain untuk diri kita. Itu elemen dasar yang menjadi sebab utama kelapangan rezeki dan karunia Allah. Semua sebab tersebut berbanding lurus dengan semua profesi pekerjaan yang ditekuni setiap manusia di alam ini.
Oleh karena itu, setiap insan harus bersikap sinergis antara kerja lahir dan batin, antara menjaga etika profesionalisme dan doa, menyelaraskan ucapan dan tindakan, dan mewaspadai perilaku diri. Sebab, meraih kekayaan lahiriah dan batiniah bukan semata-mata kerja keras membanting tulang, memeras otak, dan keringat untuk mengumpulan materi sebanyak mungkin. Hal demikian tetap harus diupayakan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai rohani dan religi. Mempertahankan nilai-nilai akidah dan moral agama adalah mutlak dibutuhkan jika ingin kaya lahir dan materi. Bekerjalah seoptimal mungkin, tetapi gantungkan hati kita kepada Allah agar kita menjadi manusia yang sukses dunia akhirat. (mas)

Judul : Rahasia Kekayaan Tertinggi
Penulis : Said Abd. Al ‘Azhim
Penerbit : Arkanleema Publishing
Tahun : 2008
Tebal : 306 Halaman
ISBN : 978-602-8096-97-3

Menikahlah….


Nikah! Untuk satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di majelisnya wanita. Sebab persoalan pernikahan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan serta dibahas.
Nikah di dalam pandangan Islam, memiliki kedudukan yang begitu agung. Ia bahkan merupakan sunnah (ajaran) para nabi dan rasul, seperti firman Allah, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’d : 38). Bagaimana ‘Aqad nikah (pernikahan) dilihat sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (Miitsaaqon ghaliizhoo), sebagaimana firman Allah Ta’ala : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (An-Nisaa’ : 21). Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dengan penuh tanggung jawab.
Dalam Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari membangun visi tentang keluarga, anjuran menikah, bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati., melakukan ‘khitbah’ (peminangan), bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam. Begitupula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya, mendidik anak, memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, tata cara rujuk sampai dalam proses nafaqah (memberikan nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail. Lewat buku Fikih Nikah karya Tim Al-Manar ini, anda di ajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara pernikahan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa.
Menikah merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan. Dengan menikah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah SWT. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya. Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia. Nikah mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar’i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan. Melalui perannya bumi ini menjadi semakin semarak. Saudaraku, Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalahpun dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satupun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele (ringan). Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. (Mas)


Judul : Fikih Nikah
Penulis : Tim Al-Manar
Cetakan : Ketiga
Tahun terbit : 2007
Tebal : 120 hlm
ISBN : 979-3279-89-3

Met Idul Fitri

Fajar Syawal Hampir Tiba
Selembar Sutra Penghapus Noda
Sebening Embun Penyejuk Qalbu
Sucikan hati Bersihkan Diri
Mohon Maaf Lahir Dan Batin
"Taqabballahu Minna wa Minkum Kullu Am wa Antum bi Khair"