27 September 2008

Batu Bata Peradaban Mulia

Ada sebuah pemikiran pada sebagian masyarakat kita bahwa mencoba melarikan diri dari masalah atau menghindari masalah merupakan solusi agar hidup terhindar dari masalah. Mereka tidak sadar bahwa perilaku seperti itu justru mengundang masalah baru. Artinya, tatkala siapa pun melarikan diri dari realitas masalah yang ada, bersiaplah berhadapan dengan masalah baru. Sungguh, permasalahan dalam hidup itu pasti ada, termasuk di dalam keluarga. Sekecil apa pun, seringan apa pun. Oleh karena itu, sikap semestinya -benar dan tepat- yang harus kita lakukan ketika berhadapan dengan masalah adalah bukan menghindar dan bukan pula melarikan diri, namun menghadapinya secara cermat dan cerdas.
Berangkat dari realitas tersebut, Cahyadi Takariawan dalam bukunya yang berjudul ”Menjadi Pasangan Paling Berbahagia”, menawarkan lima prinsip fundamental dalam membangun dan menjaga keharmonisan dan kebahagiaan rumah tangga. Tujuannya tentu agar siapa pun yang memulai dari yang baik maupun tidak, bisa berproses dalam kehidupan keluarga menuju kebahagiaan hakiki yang diidamkan semua orang, didambakan semua pasangan, dan dicita-citakan semua insan.
Kelima prinsip fundamental tersebut, yakni : pertama, motivasi suci. Motivasi yang dimaksud disini adalah niat. Dengan memahami motivasi suci itu, maka akan mencerahkan kehidupan rumah tangga Anda. Menikah adalah bagian dari ibadah kepada Allah. Untuk itu, hal tersebut harus dilandasi oleh niat yang suci. Penulis mengawali pembahasannya dengan memaknai ulang ikhlas dalam rumah tangga dengan mengacu pada Al-Qur’an, hadist, dan beberapa pendapat tokoh Islam. Setelah itu, bagaimana mengenali motivasi dasar kita dalam bersikap dan bertindak, lalu menunjukkan kekuatan motivasi dengan mencontohkan kisah keluarga Ibrahim dan kisah Maryam, Si Gadis Mihrab. Tak lupa penulis memberikan beberapa jenis bahan bakar yang bisa menjadi energi untuk menyalakan lentera motivasi Anda.
Prinsip yang kedua, selalu mendekat kepada Allah. Dengan meyakini kekuasaan Allah atas hati manusia maka prinsip utama dalam menumbuhkan cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga adalah pendekatan kita kepada Allah. Penulis mengajak pembaca untuk menengok sejenak rumah tangga Rasulullah, teladan utama dan paripurna kita semua. Harapannya, mengetahui urgensi pendekatan diri kepada Allah dalam kehidupan rumah tangga, yang di antara : mendapatkan ketenangan dalam rumah tangga, mendapatkan kebahagiaan hakiki, mendapatkan kemudahan menyelesaikan urusan, dan lain-lain.
Prinsip ketiga, membawa orientasi syar’i dalam membina kehidupan rumah tangga. Di antara prinsip pokok dalam membangun keharmonisan keluarga adalah meningkatkan pemahaman terhadap arahan syariah Islam. Hal ini sangat penting agar tidak terjebak oleh semata-mata berpikir ”minimalis” dengan hanya menimbang segala sesuatu dari kacamata fiqh : boleh dan tidak boleh. Tentu saja, hal ini tidak bermaksud untuk menyepelekan hukum fiqh, namun lebih menempatkan pada posisi yang proporsional. Ada beberapa orientasi syariah Islam yang harus dipahami secara utuh, yaitu : menjaga fitrah kemanusiaan, mengarahkan kepada kemaslahatan, menghindarkan dari keburukan dan kerusakan, memberikan kemudahan dan jalan keluar, serta berdimensi ukhrawi.
Prinsip keempat, menjaga sikap adil. Adil adalah kata yang mudah dan singkat diucapkan. Namun, hal tersebut terlalu berat untuk diaplikasikan. Tidak akan ada cinta dan bahagia apabila tidak ada keadilan dalam kehidupan rumah tangga. Sisi-sisi keadilan dalam keluarga melingkupi : adil dalam pembagian peran, pemberian penilaian, penerapan aturan, sampai pemberian penghargaan dan sanksi. Akan tetapi, timbul pertanyaan dibenak kita, bagaimana bisa berlaku adil? Pak Cah (sapaan penulis) memberikan beberapa cara agar berlaku adil bisa menjadi kebiasaan dan akhlak, yaitu : melakukan muhasabah diri, membuka komunikasi, belajar dari kesalahan, dan belajarlah dari orang lain.
Prinsip kelima, mengutamakan musyawarah. Musyawarah adalah karakter Islam yang sangat mendasar. Hal itu merupakan prinsip yang membedakan antara sistem Islam dengan lainnya. Dalam konteks rumah tangga, menegakkan musyawarah dalam rumah tangga akan memunculkan kondisi yang berbeda dengan rumah tangga yang sepi dari aktivitas musyawarah. Saking pentingnya musyawarah ini, penulis sampai menegaskan bahwa ”Sejatinya musyawarah dilakukan semenjak malam pertama pengantin, seusai mereka melaksanakan akad nikah. Melakukan dialog, syuro’, keterbukaan, komunikasi yang hangat dan penuh kecintaan, bahkan (maaf) sampai perlu membicarakan kapan akan melakukan hubungan suami istri pertama kali.”
Buku yang isinya lebih bernuansa normatif ini, dilengkapi pula dengan tabel-tabel, seperti : tabel untuk mengenali motivasi dasar dan tindakan pasangan Anda, evaluasi atas motivasi dasar berumah tangga, mengetahui apakah kebahagiaan benar-benar telah Anda dapatkan, mengetahui kondisi yang Anda rasakan dalam rumah tangga, pembagian pekerjaan rumah, format notulensi musyawarah, mengetahui kekuatan suami dan istri, sampai tabel kata-kata yang berkategori negatif maupun positif. Terakhir penulis berpesan agar kita senantiasa bersemangat dalam membina keluarga, seperti ungkapan berikut : “Mekarnya keluarga sebagai batu bata peradaban mulia.”(Mas)

Judul : Menjadi Pasangan Paling Berbahagia
Penulis : Cahyadi Takariawan
Penerbit : Arkan Publishing
Tahun terbit : 2008
Tebal : 292 hlm
ISBN : 978-602-8069-37-9

1 komentar:

Telaga ryani mengatakan...

Assalamu Alaikum..Makasih dah menulis resensi bukunya P' Cah..lg butuh bahan resensinya nih. Tulisannya sgt membantu. ^_^